CAP GO MEH : Imlek 2561

Minggu, 14 Februari 2010


Berpuluh-puluh tahun warga keturunan Tionghoa di Indonesia tidak bisa merayakan tahun baru Imlek. Selama orde baru, kebebasan mereka memang dikekang oleh pemerintah. Namun sejak saat Presiden Abdurrahman Wahid berkuasa, Imlek dinyatakan sebagai hari libur nasional.

Berikut, Imlek dalam rentetan sejarah di Indonesia.
(Diambil dari detiknews.com)

14 November 1740. Ribuan orang keturunan Tionghoa dibunuh di Batavia oleh Belanda. Tanpa ampun, tubuh mereka di lempar ke sungai di utara Jakarta sehingga menjadi merah darah. Itulah sungai yang sekarang dikenal dengan Kali Angke (Angke=Merah). Setelah itu, mereka tiarap dan bersikap apolitis hampir dua abad lamanya.

1955-1965. Orde lama di bawah Soekarno memberi ruang terhadap warga
keturunan Tionghoa. Lewat poros Jakarta-Peking, nyaris Indonesia tiada sekat
dengan negara tirai bambu tersebut. Suntikkan dana dan hibah dari Cina
pun mengalir. Salah satunya bantuan ribuan mata cangkul hasil lobi
DN Aidit. Pada era ini, juga tidak sedikit keturunan Tionghoa yang menjadi menteri.

1965-1997. Setelah runtuhnya rezim Orde Lama, ribuan orang keturunan Tionghoa
kembali terlunta-lunta. Tidak sedikit yang dibunuh. Saat Soeharto berkuasa ini,
keturunan Tionghoa hanya diberi ruang di sektor bisnis perdagangan. Tapi tetap bersikap apolitis. Meski populasinya sedikit, tetapi menguasai hampir seluruh sektor perekonomian.

1998. Jelang reformasi, ratusan perempuan keturunan ini diisukan diperkosa dan tidak
sedikit yang jadi korban akibat kekerasan yang meluas di sejumlah kota. Pertokoan yang diidentikkan dengan etnis tersebut mengalami penjarahan. Belum jelas hingga kini siapa pelakunya. Semua masih penuh misteri.

2000. Era Presiden Abdurrahman Wahid, tahun baru penanggalan Cina di jadi iklan sebagai hari libur nasional. Simbol kecinaan pun bebas beredar, seperti tari barongsai dan upacara di Klenteng.

2008 - Hingga sekarang. Imlek masih bisa menghirup udara libur nasional. Meski hanya meriah di kalangan keturunan Tionghoa semata, gaung sketsa perubahan peradaban itu terus menggema.


 GONG XI FA CHAI 2561

0 komentar: